Misteri Suku Dogon

Becermin pada sejumlah fakta yang dijumpai di bumi, kehadiran makhluk luar-bumi “extraterrestrial beings” dipercaya oleh sebagian kalangan telah berkunjung ke planet ini sejak masa prasejarah. Gagasan bahwa makhluk cerdas luar-bumi telah memberi pengaruh besar terhadap perkembangan kebudayaan ras manusia melalui serangkaian kunjungannya jauh pada masa lalu, yang kemudian dikenal sebagai “paleocontact theory”, untuk pertama kalinya diperkenalkan pada tahun 1919. Bahkan hingga kini, gagasan di atas terus disebarkan melalui publikasi sejumlah buku. Salah satu di antaranya adalah karya penulis
Robert K.G. Temple.
Pada tahun 1975, di dalam bukunya yang berjudul The Sirius Mistery, Robert K.G. Temple menggunakan legenda yang dimiliki suku Dogon di kawasan Afrika Barat untuk mendukung hipotesisnya tentang astronaut purba (ancient astronaut). Yang menggugah minat Temple atas orang-orang Dogon ini adalah pengetahuan astronomi yang mereka miliki yang tersembunyi dalam legenda asal-usul mereka.
Menariknya, sebagai produk budaya lisan, legenda tua yang mereka miliki justru dibuktikan kebenarannya setelah manusia mengenal teknologi yang belum tersedia ketika itu. Salah satu di antaranya adalah pengetahuan mereka tentang bintang Sirius, bintang paling terang yang menghiasi langit malam di rasi Canis Major (Anjing Besar), yang juga dipuja-agungkan oleh banyak kultur bangsa.
Legenda Nommo
Legenda orang-orang Dogon yang mendiami wilayah Mali sekarang ini menyebutkan bahwa proses penciptaan berawal dengan makhluk surgawi berwujud telur yang disebut Amma. Setelah bergetar sebanyak tujuh kali, Amma pun menetaskan Nommo atau roh pencipta. Menetasnya Nommo yang pertama ini diikuti dengan kemunculan sepasang wanita kembar dan empat pasang Nommo lainnya. Pada tahap berikutnya, Nommo mulai menciptakan dan mengatur langit dan Bumi, pergantian siang-malam, musim, dan kehidupan manusia.
Dalam kepercayaan orang-orang Dogon, Nommo yang pernah berkunjung ke Bumi sejak ribuan tahun lalu berasal dari bintang Sirius atau Po Tolo dalam bahasa mereka, yang merupakan pusat alam semesta. Nommo berupa amfibi dan menyerupai ikan duyung, yang hidup di salah sebuah planet yang mengorbit bintang lainnya dalam sistem bintang Sirius tersebut. Menariknya, bila ditelusuri jauh ke belakang, tidak hanya dalam legenda orang-orang Dogon saja, sosok Nommo pun dapat dijumpai dalam mitologi Babilonia, Akadia, maupun Sumeria.
Disebutkan pula bahwa Nommo telah mendarat di Bumi menggunakan bahtera besar yang berputar mengeluarkan suara bising dan angin kencang. Nommo-lah yang mengajari orang-orang Dogon tentang segala sesuatu, termasuk di antaranya konsep kosmologi mereka. Kelompok etnik lainnya, Bozo, yang hidup di wilayah berdekatan dengan orang-orang Dogon juga memiliki legenda serupa tentang bintang Sirius yang mereka sebut sebagai The Eye Star.
Dalam konsep kosmologi Dogon, alam semesta digambarkan sebagai “tak berhingga namun terukur” (infinite but measurable) dan dipenuhi dengan sistem bintang berbentuk spiral (galaksi spiral) atau Yalu Ulo, yang salah satu di antaranya menjadi tempat berlabuh Matahari berikut sejumlah planet yang menjadi pengiringnya.
Dogon dan Rahasia Langit
Bintang Sirius yang menandai jantung “Sang Anjing” di rasi Canis Major (Anjing Besar) berada di belahan langit selatan, dekat dengan khatulistiwa langit tempat bernaungnya Orion, Sang Pemburu. Bukan pekerjaan sulit untuk dapat menemukan Sirius di langit malam. Dengan mudah bintang yang berwarna putih kebiruan ini ditemukan dengan bantuan tiga buah bintang terang di bagian pinggang Sang Pemburu. Bila ketiga bintang yang menandai sabuk Orion kita hubungkan, perpanjangan garis khayal yang terbentuk akan mengarah ke Sirius.

Dalam dongeng orang-orang Dogon disebutkan bahwa Sirius atau Po Tolo memiliki bintang pasangan yang tak terlihat oleh mata manusia. Bintang pasangan ini mengorbit Sirius dalam lintasan berbentuk elips dan menyelesaikan satu kali revolusinya dalam waktu 50 tahun. Disebutkan pula bahwa bintang tersebut sangat berat sebab tersusun atas bahan logam dan berpusing pada porosnya (rotasi) dalam waktu 1 tahun.
Selain Sirius, legenda yang untuk pertama kali dituliskan oleh dua orang ahli antropologi asal Prancis, Marcel Griaule dan Germaine Dieterlen, ini juga berkisah tentang rahasia-rahasia langit lainnya. Seperti tentang keempat buah bulan terang yang dimiliki Jupiter serta cincin planet Saturnus, sebuah kebenaran yang belum diketahui manusia modern hingga ditemukannya teleskop pada permulaan abad ke-17. Mereka pun telah mengetahui bahwa planet-planet sebagai pengiring Matahari mengitari bintang induknya tersebut dalam orbit elips.
Griaule dan Dieterlen sampai menghabiskan waktu 25 tahun lamanya (1931 – 1956) tinggal bersama orang-orang Dogon untuk menggali legenda ini dari empat orang pendeta mereka. Siapakah yang telah bertutur kepada orang-orang Dogon tentang rahasia-rahasia ilmu pengetahuan yang justru baru terungkap pada era modern yang tersimpan secara turun-temurun dalam legenda mereka? Apakah semuanya kebetulan belaka?
Dalam dunia ilmu pengetahuan Barat, legenda yang memuat kehadiran bintang pasangan bagi Sirius ini baru terungkap kebenarannya pada tahun 1862, yakni ketika untuk pertama kalinya Sirius B (nama yang diberikan astronom untuk bintang pasangan tersebut) berhasil diamati dengan bantuan teleskop oleh Alvan G. Clark. Meskipun demikian, bukti otentik sistem bintang ganda ini baru diperoleh pada tahun 1970 ketika Sirius A dan Sirius B berhasil dipotret dengan teleskop besar.
Pengetahuan orang-orang Dogon tentang Sirius B yang “berat” pun baru berhasil ditentukan (verification) pada abad ke-19. Dari pengamatan gerak orbit sistem bintang ganda, menggunakan Hukum III Kepler yang sedikit dimodifikasi, astronom dapat menentukan massa masing-masing bintang. Meskipun massa Sirius B (0,98 kali massa Matahari) lebih kecil daripada massa Sirius A (2,28 kali massa Matahari), dari pengamatan spektrum Sirius B diketahui bahwa temperatur bintang ini lebih panas (8200 derajat Celcius) dibandingkan dengan Matahari (5500 derajat Celcius). Dari informasi lainnya, bahwa daya yang dipancarkan Sirius B hanya 1/400 kali daya Matahari, dapat ditentukan jari-jari Sirius B yang hanya sekitar 2,5 kali jari-jari Bumi! Ukuran yang sangat kecil untuk sebuah bintang.
Fakta menariknya justru bermula dari sini. Dengan massa dan jari-jari yang telah diketahui, kita dapat menghitung kerapatan bintang ini menggunakan persamaan yang sudah kita kenal dengan baik sejak di bangku sekolah menengah pertama, dan diperoleh hasil sekitar 100 kilogram tiap cc (centimeter cubic)-nya! Astronom menyebut bintang berukuran kecil dengan kerapatan yang tinggi seperti Sirius B ini sebagai bintang Katai Putih (white dwarf).
Bintang Katai Putih tersusun atas materi yang lebih berat dari hidrogen maupun helium yang berada dalam keadaan termampatkan dengan sempurna. Bila yang dimaksud oleh legenda orang-orang Dogon tentang Sirius B yang berat adalah kerapatannya yang besar, maka dongeng tersebut sesuai dengan fakta yang kini telah diperoleh para astronom modern.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar